SAVE - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat ditahan oleh beberapa faktor. Salah satunya yaitu kondisi dafisit transaksi berjalan (current account deficit) yang kemungkinan akan meningkat di tahun ini.
Seorang Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) Destry Damayanti menjelaskan, saat ini posisi defisit cukup terjaga di
sekitar 2,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Akan tetapi hingga akhir
tahun, jika dilihat secara akumulasi bisa mencapai di atas 3% terhadap PDB.
Akibat tingginya impor bahan baku dan penolong untuk
mendorong pembangunan infrastruktur dalam negeri menyebabkan adanya pelebaran
defisit. Pergerakan dolar AS kemungkinan masih akan mengalami pelemahan hingga ke
posisi Rp12.800, namun secara akumulasi di tahun 2016, pergerakan dolar AS akan
berada di sekitar posisi Rp13.000.
“Penguatan nilai tukar rupiah yang tajam akan ditahan oleh
defisit neraca berjalan. Padahal ada inflow yang lebat,” ucapnya, Senin
(14/3/2016).
Ini merupakan masalah yang sering kali muncul di setiap
tahunnya. Seperti pada beberapa tahun lalu, ketika ekonomi mampu tumbuh di atas
6%, namun defisit transaksi berjalan justru ikut bergerak bahkan di atas angka
4%. Dan hasilnya pergerakan rupiah kembali mengalami pelemahan.
Selain itu, faktor eksternal yaitu mata uang China atau
yuan. Melihat perlambatan ekonomi yang masih terjadi di China, maka kemungkinan
besar kebijakan penurunan mata uang akan kembali dilakukan.
Hal tersebut akan membuat sejumlah negara akan ikut melakukan
penurunan posisi mata uang. Ini demi menjaga daya saing produk ekspor. Dan
Indonesia tidak mungkin akan membiarkan rupiah bergerak sendiri.
“Davaluasi yuan dapat menahan penguatan rupiah, sebab tidak
mungkin jika rupiah akan menguat sendiri sementara sejumlah mata uang negara
lainnya mengalami pelemahan,” jelas Destry.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar